Monday, January 21, 2013

Refleksi Terakhir Perkuliahan Filsafat Pendidikan Matematika


Refleksi Terakhir Perkuliahan Filsafat Pendidikan Matematika

Refleksi ini merupakan refleksi terakhir perkuliahan Filsafat Pendidikan Matematika pada tahun akademik 2012/2013. Dalam kesempatan ini, Prof. Dr. Marsigit, M.A. selaku dosen pengampu mata kuliah ini menjelaskan mengenai presentasi internasional yang beliau hadiri di Chiang Mei tahun 2010. Presentasi yang dibawa beliau ini berjudul “The IceBerg Approach of Learning Pleasure in Junior High School: Teacher Reflect”.
Ice berg approach atau biasa dikenal dengan pendekatan gunung es merupakan analogi untuk gunung es dari realistik matematis. Dalam ice berg approach, tingkatan dari yang paling dasar hingga tertinggi adalah matematika konkret, model konkret, model formal, dan matematika formal. Matematika konkret adalah yang dilihat oleh manusia dalam kehidupan sehari-harinya. Setelah digambar dan difoto, matematika konkret  menjadi model konkret. Setelah sampai pada bentuk penjumlahan menyebabkan menjadi bentuk formalnya. Di Indonesia tidak ada gunung es tetapi ada gunung berapi. Setiap daerah berusaha agar harmonik dengan alam termasuk dengan gunung. Sebagai contoh, Yogyakarta sangat berusaha agar harmoni dengan gunung Merapi. Metafisik gunung Merapi yakni di balik gunung ada kekuasaan Tuhan. 
Filsafat digunakan dalam setiap aspek termasuk dalam pembelajaran matematika. Hermeunitika digunakan dalam kehidupan sehari-hari karena hermeunitika adalah komunikasi yang lurus dan berimbang. Lurus berarti tidak akan melakukan hal yang sama karena menembus ruang dan waktu. Hal ini membutuhkan kesadaran. Setiap manusia memiliki kesadaran yang berbeda karena tergantung ruang dan waktunya. Sama halnya dengan beribadah yang juga merupakan tindakan yang menembus ruang dan waktu. Hermeunitika berbentuk melingkar seperti yang di atas guru yang di bawah murid, yang di atas para filusuf dan yang di bawah adalah kita, dan lain sebagainya. Hermeunitika meliputi hal-hal yang ada dan yang mungkin ada. Hermeunitika binatang dan tumbuhan juga terjadi ketika induk  burung memberi makan anak-anaknya atau ketika tumbuhan berhemeunitika terhadap sinar matahari. Hermeunitika merupakan hal yang sangatlah penting bagi setiap apa yang ada dan mungkin ada. Hermeunitika ada yang bersifat rutin dan mengembangkan diri yakni mengadakan yang mungkin ada dan membisakan yang mungkin bisa seperti pengalaman, konsep, dan lain sebagainya. Hermeunitika pun terjadi saat manusia hidup dan mati. Bahkan ketika wafat, di dalam alam kubur pun, ada hermeunitika.
Sudah selayaknya, sebagai calon guru matematika, mahasiswa harus menyadari bahwa dalam pembelajaran matematika di sekolah kelak, matematika haruslah dekat dengan kehidupan siswa sehingga terbentuklah intuisi siswa dalam matematika. Mahasiswa kelak diharapkan mengajarkan matematika dengan didahului apersepsi agar siswa merasa siap memelajari matematika. Kesiapan siswa dalam belajar matematika menyebabkan siswa merasa bergembira belajar matematika. Agar intuisi berkembang, harus didahului oleh kesadaran. Intuisi terbentuk semenjak manusia masih bayi. Ia mampu mengenali banyak, sedikit, cantik, tidak cantik, enak, tidak enak, dan lain-lain. Anak kecil pun sebenarnya telah mampu untuk memikirkan peluang. Lama kelamaan, anak kecil akan berkembang menjadi apodikti. Belajar matematika dapat melalui silaturahim. Contoh manusia kehilangan intuisi adalah saat manusia menutup mata. Ia kehilangan intuisi ruang karena tidak dapat melihat ruang. Namun, hal ini tidaklah mutlak karena manusia masih dapat mengingat dan mengenali ruang dengan indra lain yang dimilikinya.
Namun pada praktiknya sekarang, kaum absolutis masih menguasai pendidikan di sekolah. Pure mathematics yang diajarkan di sekolah akan mematikan intuisi matematika siswa. Hal ini sangatlah tidak bijak mengingat pure mathematics dan matematika sekolah sangatlah berbeda. Apabila siswa diajarkan pure mathematics, siswa menjadi tidak bernurani dan kehilangan intuisi. Siswa dapat melakukan tindakan-tindakan kriminal dengan mudahnya karena telah kehilangan intuisi. Siswa tidak boleh dipandang sebagai “empty vessel” atau suatu wadah kosong karena siswa bukanlah objek pembelajaran yang harus selalu mendengarkan penjelasan dari guru. Siswa bukan pula objek pembelajaran yang menunggu curahan transfer ilmu dari guru. Siswa seharusnya difasilitasi agar aktif dalam kegiatan pembelajaran dan berbuah. Guru janganlah menerapkan matematika formal tetapi hendaknya school mathematics. Siswa memiliki berbagai macam metode untuk menyelesaikan soal sehingga guru tidak boleh menyalahkan apabila cara yang digunakan siswa berbeda dengan yang diajarkannya. Tugas kita sebagai mahasiswa yang merupakan calon guru adalah merebut kembali hak-hak siswa yang telah hilang itu. Kita harus menciptakan kegiatan pembelajaran yang dapat menumbuhkan kembali intuisi siswa dalam belajar matematika. Realistik matematika adalah yang paling cocok digunakan dan diajarkan di sekolah. Guru dapat menerapkan berbagai macam metode pembelajaran yang bertujuan untuk mengonstruksi pemahaman siswa. Sehingga pengetahuan yang dimiliki siswa adalah hasil konstruksi dari pemahaman yang diperolehnya sendiri secara langsung. Inilah yang akan menguatkan pengetahuannya kelak.
Tak hanya itu, kita sebagai teacher wanna be dituntut untuk selalu berpikir kritis dan kreatif, tidak menjadi insan yang toleran karena toleran dalam dunia pendidikan diartikan sebagai insan yang tidak mengerti apapun. Berpikir kritis dan fanatik sangatlah penting dalam menghadapi masalah kehidupan sehari-hari dan bernegara. Bila tidak menjadi manusia yang kritis dan fanatik dan hanya selalu toleran, lama kelamaan dunia akan menjadi dunia yang satu. Dunia yang satu mungkin merupakan gambaran kehancuran dunia yang kita tempati ini.

refleksi perkuliahan filsafat

Pertanyaan-Pertanyaan dalam Perkuliahan Filsafat

Pertanyaan Lina Dwi Aris:
Ø Apa hakikat angin?
Objek dalam berfilsafat itu memiliki dimensi. Cara mengetahuinya pun memiliki dimensi. Nah, dimensi yang paling primitif adalah intuisi. Misalnya, sejak kapan kita kenal dengan angin? Jika kita tidak dapat mengatakan sejak kapan, hal ini berarti kita termasuk kaum intuisionisme dalam hal angin. Jadi dalam hal mengetahui hakikat dari suatu hal, peran intuisi sangat penting karena dalam hampir 90% hidup kita adalah intuisi. Sehingga dalam interaksi di kehidupan sehari-hari dengan alam, keluarga, teman, dan masyarakat di hidup kita itu sesungguhnya dalam rangka memperoleh intuisi. Setelah itu barulah terbentuk di dalam pikiran kita, sehingga kita sudah dapat mengkategorikan tiap hal tersebut seperti yang telah dikemukakan oleh Imanuel Kant. Setelah dibuatnya kategori-kategori tersebut, kemudian kategorkategori itu dipakai lagi untuk dipikirkan sehingga dengan intuisi itu kita dapat meregulasikan apa yang ada di pikiran kita. Jika dilihat secara berdimensi dalam filsafat, ada 4 langkah yaitu material, formal, normatif dan spiritual. Artinya, angin dalam bentuk formalnya dapat berupa badai, topan, maupun puting beliung. Secara normatif, angin dikaji secara keilmuan yakni secara fisika misalnya. Dalam geografi angin didefinisikan sebagai pergerakan. Selanjutnya, untuk mengetahui bentuk spiritual dari angin dapat mencari definisinya dalam kitab suci. Jika kita tidak dapat menemukannya, maka dapat dikatakan bahwa pemahaman angin hanya terbatas hingga bentuk formalnya saja. Dapat pula dikatakan bahwa angin dapat dipahami dengan intuisi sehingga merupakan pengertian intuitif. Intuitif itu ada dimana-mana. Tiap yang ada dan mungkin ada termasuk ada intuitifnya.



Pertanyaan Eka Budiarti Pratiwi:
Ø Apa hakikat dari perceraian?
Berbeda dengan hakikat angin, perceraian memiliki pemahaman yang lebih jelas. Secara formal di dalam undang-undang perkawinan jelas dikatakan mengenai apa itu perceraian. Secara spiritualpun, telah diyakini pula bahwa Tuhan sangat tidak menyukai perceraian. Secara normatif kaitannya dengan baik, buruk, manfaat dan lain sebagainya.

Pertanyaan Nurmanita Prima:
Ø Jika seseorang telah menikah, kemudian orangtua dan suami/istri memerlukan bantuan. Manakah yang harus diutamakan?
Yang diutamakan adalah komunikasi karena hal ini menyangkut problem komunikasi. Oleh karena pentingnya komunikasi, sampai-sampai dikatakan bahwa hidup ini adalah komunikasi.

Pertanyaan Cony Devilita:
Ø Apakah hakikat keyakinan dan kepercayaan dalam tinjauan masalah agama?
Ada pengertian (term) yang berkembang. Misalnya pada Aceng. Dalam hal ini, ada term yang berkembang bahwa Aceng telah dikonotasikan negatif. Demikian juga kepercayaan. Kepercayaan itu dapat disebut sebagai naik pangkat atau naik derajat. Setelah timbul permasalahan dan muncul adanya kesepakatan, maka itulah yang disebut kepercayaan. Sebelum adanya permasalahan, orang cenderung mencampuradukkan antara kepercayaan dan keyakinan. Namun oleh karena ada orang-orang yang memiliki kekuasaan, misal yang duduk di pemerintahan seperti di DPR, dan lain sebagainya yang alirannya kepercayaan, maka hingga sekarang muncul term berdasarkan kepercayaan dan keyakinan kita masing-masing. Inilah pentingnya bahasa dalam filsafat. Namun, bahasa pun terkadang dapat mati. Misalnya “bekas”. Dahulu kata “bekas” ini masih dipakai dengan baik selayaknya kata-kata lain. Namun sekarang kata “bekas” mengalami reduksi atau penurunan makna karena banyak digunakan dengan makna yang kurang baik. Kepercayaan memiliki bentuk formal karena diatur dalam perundang-undangan. Kepercayaan juga memiliki bentuk spiritualnya.

Pertanyaan Rudy Prasetyo:
Ø Bagaimana menyikapi kekalahan agar tidak semakin terpuruk?
Melihat kasus penembakan yang terjadi beberapa hari lalu di Conecticut, memperlihatkan bahwa apapun yang dibicarakan jika orang yang berbicara sudah tidak dianggap di kepala, maka tidak akan didengarkan atau menghibur apapun. Satu-satunya orang yang dapat menghibur adalah orang yang paling berkuasa di Amerika yakni Barrack Obama bersama pendeta-pendeta. Maka, ada dua langkah dalam menghadapi kekalahan, yakni ikhtiar dan berdo’a. Jika dalam menghadapi kekalahan kita merasa terpuruk, maka hal itu wajar adanya.

Pertanyaan Rina Susilowati:
Ø Bagaimana menumbuhkan semangat ketika kita gagal?
Menumbuhkan semangat saat mengalami kegagalan dapat dengan cara mencari motivasi bagi diri kita. Setiap hal yang ada dan mungkin ada, apapun itu, dapat digunakan sebagai motivasi untuk memotivasi diri kita. Motivasi bisa diperoleh dari mana saja. Bisa dari pengalaman oranglain, televisi, bahkan musibah yang terjadi pada orang lain agar kita bersyukur akan apa yang telah kita miliki. Selain itu, cara dalam menumbuhkan semangat saat gagal adalah dengan menentukan tujuan. Cara selanjutnya adalah dengan komunikasi.

Pertanyaan Tri Wahyuni:
Ø Mengapa ada pro dan kontra? Apakah penyebabnya?
Hal ini adalah kodrat sesuai sunatullah. Tuhan menciptakan siang dan malam, laki-laki dan perempuan, dan juga pro dan kodrat.

Pertanyaan --------- :
Ø Apakah segala yang ada dan mungkin ada ini dapat diartikan ke dalam penciptaan Tuhan?
Segala yang ada dan mungkin ada hanyalah sebagian dari ciptaan Tuhan. Bahkan yang mungkin ada bagi diri kita tidak ada apa-apanya dari ciptaan Tuhan.

Menembus Ruang dan Waktu


Refleksi Filsafat Pendidikan Matematika

Menembus Ruang dan Waktu
            Berfilsafat merupakan olah pikir; baik olah pikir sendiri, oleh pikir bersama, olah pikir bangsa Indonesia, olah pikir pikiran bangsa-bangsa di dunia, olah pikir memikirkan dunia akhirat dan masih banyak oleh pikir yang mungkin dalam berfilsafat. Pertanyaannya sekarang diperluas, mampukah kita memikirkan olah pikir – olah pikir tadi? Dalam berolah pikir tadi diperlukan sumber. Sumbernya sendiri adalah pikiran – pikiran para filsuf. Dalam berfilsafat  tergantung dari objeknya. Objek berfilsafat adalah apa yang ada dan mungkin ada. Namun objek berfilsafat sendiri dapat dipersempit. Misalnya pada jaman Yunani Kuno, orang berpikir mengenai segala sesuatu itu terbuat dari apa? Bumi terbuat dari apa? Bulan terbuat dari apa? Tanah terbuat dari apa? Maka filsafatnya dinamakan filsafat alam. Lain halnya jika objeknya tentang diri manusia maka filsafatnya dinamakan filsafat manusia. Jika objeknya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan spiritual, maka filsafatnya dinamakan filsafat spiritual, filsafat teologi ataupun filsafat ketuhanan.
Secara profesional, selain berbicara mengenai objeknya, dalam berfilsafat kita juga lebih rinci berbicara mengenai lokasi objek. Artinya adalah dimana objek atau benda yang sedang kita pikirkan atau bicarakan. Maka terbagilah menjadi dua macam, yakni yang ada di dalam pikiran dan yang ada di luar pikiran. Apa yang dapat dilihat, didengar dan diraba itu adalah objek yang ada di luar pikiran. Jika kita memejamkan mata dan memikirkan benda-benda yang ada di luar pikiran tadi ke dalam pikiran kita (dengan keadaan mata tertutup tadi) maka objek-objek tadi sudah berada di dalam pikiran kita. Maka benda yang ada di dalam pikiran itu sifatnya ideal dan tetap serta tokohnya Plato. Sedangkan benda yang ada di luar pikiran sifatnya berubah dan tokohnya Aristoteles. Artinya, yang benar menurut ilmu adalah yang ada di dalam pikiran. Objek pikir yang ada di luar pikiran menghasilkan filsafat realisme sedangkan objek pikir yang ada di dalam pikiran menghasilkan filsafat idealisme. Berdasarkan banyak objeknya, objeknya satu menghasilkan filsafat monoisme, objeknya dua menghasilkan filsafat dualisme dan jika objeknya banyak akan menghasilkan filsafat pluralisme. Untuk objeknya satu yakni monoisme itu artinya yang benar adalah satu. Satu-satunya yang benar tak lain adalah merunut pada causa prima yakni Tuhan. Sehingga, aliran filsafat tergantung dari dimana objeknya, macam objek, banyak objek dan karakteristik objeknya sehingga menghasilkan berbagai macam filsafat.
Setiap yang ada dan mungkin ada dapat menemukan filsafatnya. Hal ini kembali lagi karena urusan dunia, urusan manusia. Karena keterbatasan pikiran manusia sekaligus rahmat dari Tuhan, manusia tidak sempurna sehingga manusia dapat membedakan. Oleh karena itu, ketidaksempurnaan justru membuat kita dapat membedakan. Misalnya, kita tidak dapat hidup di air secara terus-menerus. Hal ini menunjukkan bahwa kita tidak sempurna dan terbatas. Dari ketidaksempurnaan itu kita dapat membedakan keadaan udara dan keadaan air. Jika diperhatikan lebih dalam, ternyata apa yang mungkin ada itu memberikan rahmat bagi kita jika kita dapat menggalinya lebih dalam.
Apa yang dimaksud dengan menembus ruang dan waktu? Jika kita mengintrospeksi dan melihat pada diri sendiri, maka menembus ruang dan waktu adalah mengalami atau melakukan perubahan. Jika belajar mengenai filsafat, maka belajar pula mengenai keprofesionalan. Profesional itu artinya intensif yakni dalam sedalam-dalamnya dan ekstensif yakni luas seluas-luasnya. Secara profesional mempelajari filsafat artinya kita harus prefer dan merunut pada pikiran para filsuf. Apa yang mereka katakan sehubungan pikiran-pikirannya  kemudian kita korelasikan dan relevansikan dengan pengalaman kita. Maka jika kita berbicara mengenai usaha dalam menembus ruang dan waktu, hal ini memiliki dimensinya sendiri. Pertanyaan selanjutnya adalah siapa yang menembus ruang dan waktu? Mungkin dirimu? Diriku? Atau diri yang lain?
Menurut Imanuel Kant, waktu itu ada tiga macam, yakni waktu yang berurutan, waktu yang berkelanjutan dan waktu yang berkesatuan yang artinya waktu itu tidak dapat dipisah-pisahkan. Sedangkan berbicara mengenai dimensi ruang, terdapat bermacam-macam dimensi ruang seperti dimensi 0, dimensi 1, dimensi 2, dan lain sebagainya. Tergantung kita menamai nya dimensi berapa. Namun hal ini hanya sebatas berdasarkan teori. Pada kenyataannya, banyak lagi klasifikasi dan macam ruang, misal ruang kuliah, ruang di bawah lindungan pohon, ruang dosen, dan ruang-ruang lain. Jika kita ekstensikan lebih lanjut, maka ruang itu adalah pikiran kita. Ruang itu meliputi yang ada dan mungkin ada. Jadi, setiap yang ada dan mungkin ada memiliki ruangnya masing-masing. Ruang itu terdiri atas wadah dan isi. Segala hal yang ada dan mungkin ada (objek pikiran) pasti memiliki wadah dan isinya masing-masing. Tanpa wadah kita tidak dapat menemukan isi dan tanpa isi kita tidak dapat menemukan wadah. Maka wadah dan isi saling berkaitan. Untuk bisa mengetahui ruang, ternyata kita harus mengetahui waktu. Maka cara untuk mengetahui ruang adalah dengan menggunakan waktu. Begitu juga untuk mengetahui waktu kita harus menggunakan ruang. Sebenar-benar waktu dan sebenar-benar ruang itu adalah tidak ada dimana-mana. Mengapa? Karena hanya ada di dalam pikiran kita. Itu merupakan intuisi. Mengapa kita dapat memahami ruang maupun waktu itu semata-mata karena intuisi tanpa perlu definisi. Memang, definisi diperlukan tapi hanya sebagai pertolongan.
Pertanyaan mengenai siapa diri kita? Kita sebagai manusia memiliki ruang. Ruang yang kita bangun mulai dari material, formal, normatif dan spiritual. Material berkaitan dengan bentuk fisik dan penampilan diri kita masing-masing, dan bersifat konkrit. Jika ditingkatkan menjadi formal yakni yang ditulis secara resmi misalnya berupa tulisan-tulisan. Sedangkan normatif itu adalah ilmunya, baik-buruk, tata krama, dan seterusnya. Dan tingkatan yang paling tinggi adalah spiritual. Maka, minimal kita dapat menemukan empat ruang secara hierarki dalam diri kita. Oleh karena itu, orang yang berilmu adalah orang yang sopan santun terhadap ruang dan waktu. Dalam dunia ini, semua yang ada dan mungkin ada tidak lain dan tidak bukan memiliki ruang. Setiap orang dapat menciptakan ruang-ruangnya sendiri dengan pikirannya. Ruang di bumi, ruang di akhirat, ruang dimensi-0, ruang dimensi-1, ruang dimensi-2, ruang dimensi-n, dan lain sebagainya. Ruang seperti yang disebutkan tadi hanya dapat dimengerti dan dipahami oleh orang-orang dewasa atau orang yang sudah terdidik dan tidak dapat dipahami oleh anak-anak. Mengapa? Karena untuk memahaminya sudah tidak menggunakan intuisi lagi, melainkan  sudah menggunakan bentuk formal atau aksiomatik. Artinya, kita dapat memahami ruang dimensi-1 karena kita mempunyai ruang dimensi-2, kita dapat memahami ruang dimensi-2 karena kita mempunyai ruang dimensi-3. Bagi orang-orang yang berkecimpung di dunia matematika akan sangat mudah untuk membuat ruang dimensi-n. Namun bagi orang awam, jangankan mruang dimensi-n, untuk membayangkan ruang dimensi-4 pun akan mengalami kesulitan atau bahkan tidak mampu untuk membayangkannya. Maka jika kita ekstensikan lagi menggunakan bahasa analog, kita memiliki ruang lain. Apa saja? Ruangnya kaum kapitalis, ruangnya sang power know. Itulah pentingnya kita bersopansantun terhadap ruang dan waktu. Itulah sebabnya, orang yang berilmu adalah orang yang sopan dan santun terhadap ilmu. Orang yang berilmu dalam pendidikan matematika adalah orang yang sopan dan santun terhadap apa yang ada dan mungkin ada dalam pendidikan matematika. Santun itu artinya mengerti. Tak hanya mengerti, tetapi juga menghayati kemudian mengamalkan serta mengimplementasikan dan merefleksikan. Jika kita bersopasantun terhadap ruang dan waktu maka kita berhadapan dengan sistem. Sistem kita adalah menempatkan spiritual di tempat yang paling atas. Tidak satupun unsur di dalam dunia ini yang terbebas dari unsur spiritual. Itulah pendirian kita sebagai orang Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan menjunjung tinggi ketuhanan Yang Maha Esa. Jelas hal ini tidak dapat terbantahkan. Namun di sisi lain, terdapat gejolak dari dunia ini, yakni sang power know. Sang power know memiliki empat ujung tombak, yakni kapitalism yang segala sesuatunya diukur dari laju perubahan ekonomi, pragmatism, hedonism dan utilitarian. Kapitalism berpandangan bahwa segala sesuatunya diukur dari laju perubahan ekonomi. Bahagia tidak bahagia itu diukur dari berhasil tidaknya ekonomi. Utilitarian berpandangan bahwa segala sesuatu diukur dari segi manfaat. Misalnya suatu negara menyerang negara lain, jika itu bermanfaat bagi negara penyerang, maka perang itu dilakukan. Sayangnya, klaim itu hanya dilihat dari sisi negara penyerang saja tanpa memposisikan diri melihat kebermanfaatan sebagai negara yang diserang. Pragmatism menghasilkan budaya serba cepat, praktis, tidak bertele-tele, anti-filsafat, dan sebagainya. Sedangkan pada hedonism, orang-orang hanya mengejar rasa senang dan kenikmatan saja tanpa memperhatikan norma-norma agama.